Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar menegaskan Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI) menjadi benteng pertama menangkal persebaran radikalisme.
Gus Halim, sapaan akrab Menteri Abdul Halim Iskandar mengungkapkan, beberapa waktu lalu ada temuan wilayah transmigrasi diduga dijadikan salah satu sasaran radikalisme. Menurutnya, hal tersebut juga harus menjadi perhatian PATRI.
“Ini bukan main-main, transmigrasi dibangun bukan untuk itu. Nah oleh karena itu, PATRI berkewajiban untuk membentengi wilayah-wilayah transmigrasi agar jangan sampai temuan radikalisme,” tegas Gus Halim dalam Peringatan HUT Ke-19 Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI) di Titik Nol Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (16/2/23).
Gus Halim menyebut temuan itu harus dibuktikan secara nyata. Hal yang paling membahayakan adalah jika orang dengan paham radikalisme bermukim di lokasi transmigran dan menyebarkan paham yang mereka anut.
"Nah inilah yang juga menjadi perhatian kita,” tandasnya.
Oleh karena itu, keberadaan PATRI harus betul-betul menjadi lembaga advokasi bagi transmigran maupun daerah transmigrasi.
“Ini penting, banyak hal yang masih perlu dilakukan pendampingan-pendampingannya. Hari ini masih saja kita temukan beberapa wilayah yang membutuhkan perhatian khusus kita, karena masih pada posisi belum jelas secara lugas pada posisi kepemilikan,” ujarnya.
Dia berharap, semua hal yang menjadi problem terkait transmigrasi tidak terjadi lagi dan yang bertindak sebagai advokasinya adalah PATRI.
Gus Halim juga mengungkapkan bahwa rumah transmigran kedepan akan sama bentuknya dengan rumah adat setempat. Sehingga rumah-rumah transmigran tidak lagi bentuknya kotak dan sama semua di seluruh Indonesia.
Menurutnya, bentuk rumah-rumah transmigran akan diusulkan sama dengan rumah adat setempat. Sehingga, tidak ada perbedaan antara rumah transmigran dan masyarakat setempat.
“Lalu bagaimana bentuknya? Menyesuaikan dengan adat setempat. Supaya apa, sejak dari tampilan fisik sudah berbaur dengan warga masyarakat, tapi kalau sekarang kan kelihatan banget enggak,” sebut Gus Halim.
Dengan demikian, transmigran dengan masyarakat setempat membaur dan tak ada perbedaan.
“Enggak usah berpikir panjang, melewati suatu kawasan kemudian ada bangunan petak-petak, banyak orang langsung berkesimpulan oh itu wilayah transmigrasi. Belum apa-apa sudah membangun perbedaan,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Gus Halim mengungkapkan bahwa program transmigrasi sudah memberikan dukungan yang luar biasa terhadap pembangunan pemerintahan, bangsa dan negara.
Sejak adanya program transmigrasi, setidaknya sudah membentuk 1.529 desa definitif, 454 ibu kota kecamatan, dan 114 ibu kota kabupaten.
“Jadi, hampir 25 persen kabupaten di Indonesia adalah produk dari transmigrasi. Kemudian hari ini ada dua ibu kota provinsi yang merupakan produk dari program transmigrasi,” urainya.
Oleh karena itu, kehadiran pegiat transmigrasi yang berada dalam naungan PATRI sangat penting untuk mendukung dan membersamai program-program pemerintah.
Gus Halim menambahkan, Kemendes PDTT sedang menyusun rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) program transmigrasi. Ia berharap akan ada loncatan dan terobosan baru di dalam RPJP tersebut.
“Nanti, pola transmigrasi harus dilakukan secara lebih profesional, lebih mengedepankan skill dan tentu itu semua karena memang tuntutan zaman, tuntutan keadaan,” ungkapnya.
Saat ini, transmigrasi harus bertumpu pada perkembangan teknologi. PATRI diharapkan menjadi bagian penting dari upaya untuk membangun paradigma baru di dalam transmigrasi.