Sejarah Panjang berdirinya Desa Grudo terpusat di Dusun Ngronggi dan tidak lepas dari Masjid Baitul Rohman. Masjid tersebut sebenarnya sudah banyak di ketahui masyarakat dari pemberitaan di media. Dari media cetak, online dan bahkan sering menjadi bahasan dalam berbagai seminar ataupun kajian akademis. Hal itu sebagai pembuktian bahwa Masjid Baiturrahman memiliki sejarah panjang bernilai tinggi sebagai warisan budaya dan sejarah masuknya agama Islam di Kabupaten Ngawi umumnya dan Desa Grudo khususnya.
Dari data maupun bukti – bukti otentik sejarah berdirinya masjid Baiturrahman masih perlu dukungan, namun berdasar kisah yang di ceritakan secara turun – temurun dari pelaku maupun saksi sejarah melalui generasinya, masih bisa dirunut untuk dikronologikan.
Kepastian sejarah berdirinya masjid Baiturrahman Ngronggi sebagai masjid tertua di Kabupaten Ngawi memang belum bisa dibuktikan secara yuridis. Namun bila menilik sejarah yang di sampaikan berbagai nara sumber memang cukup membuktikan bahwa Baiturrahman adalah salah satu masjid tertua yang ada di Kabupaten Ngawi.
Didirikan oleh Kyai H. Nguzair pada tahun 1875, kondisi Masjid Baiturrahman amat sederhana dengan ukuran 8 x10 meter dengan dinding dari gedek/sesek bambu yang beratapkan dari sirap. Posisinya sendiri berada di atas lahan pribadi Kyai H. Nguzair, yang lokasinya di Jalan Harjono RT 01/02 Dusun Ngronggi, Desa Grudo, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Dari pendirian masjid tersebut Kyai H. Nguzair mempunyai makdsud dan tujuan untuk memberikan pemahaman ajaran – ajaran Islam kepada masyarakat lingkungan setempat.
Dari berjalannya waktu, keberadaan Masjid Baiturrahman menjadi pusat syiar Agama Islam di wilayah Desa Grudo dan berkembang semakin luas ke daerah lain. Itu dibuktikan dengan cerita dari warga dari desa yang leluhurnya sebagian besar pernah mengenyam pendidikan agama Islam di masjid Baiturrahman sepert di Desa Beran, Ngale, Tempuran dan sekitarnya.
Dari pesatnya perkembangan pendidikan agama dan letak dari masjid yang berada di wilayah Kota Ngawi akhirnya diputuskan oleh Pengulu Kota Ngawi sebagai tempat kantor urusan keagamaan. Sehingga dari keputusan tersebut masjid Baiturrahman Ngronggi ditunjuk sebagai tempat kantor Pengulu dan urusan-urusan Agama Islam seperti masalah pendidikan pra nikah, tempat ijab Qabul dan sekolah keagamaan untuk wilyah Ngawi.
Dalam pengelolaan masjid, kantor keagamaan dan pendidikan agama Islam yang dari waktu ke waktu terus berkembang, Kyai H. Nguzair dibantu para putranya dan beberapa santri senior. Diantara dari putra Kyai H. Nguzair adalah Kyai H. Abdullah, Kyai H. Abdurrahman, serta Kyai H. Tohir. Dan kepemimpinan Kyai H. Nguzair sendiri berakhir pada era tahun 1900-an dikarenakan tutup usia.
Dari estafet kepemimpinan selanjutnya dikelola oleh Putranya yaitu Kyai H. Abdullah dengan dibantu oleh Kyai H. Abdurrahman. Pada masa kepemimpinannya Kyai H. Abdullah banyak mengalami perubahan. Tidak hanya sekedar merombak fisik, Kyai H. Abdullah juga menambahkan ilmu pengetahuan umum dalam peningkatan pemahaman dan pengetahuan santrinya.
Dari perombakan fisik bangunan masjid yang walnya berdinding gedek / sesek dari bambu diganti papan Kayu jati, atap diganti dengan genteng, tiang diganti dengan kayu Jati yang ukuran tinggi 7 m, luas bangunan masjid menjadi 12 x 12 m, kuncungan dibuat bentuk bulat kecil lancip dan dilengkapi mimbar ukiran serta ditambah bangunan Pondok Pesantren sebagai tempat inap santri dari luar daerah.
Dalam perjalanan berdirinyan Masjid Baiturrahman Ngrongi tidak semudah yang dibayangkan. Hal itu terkait dengan masa pendudukan yang di lakukan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang membatasi siar agama dan ilmu pendidikan umum. Namun hal ini tidak menyurutkan niat dan tekad Kyai H Abdullah. Sistem pengembangkan ajaran-ajaran Agama Islam diterapkan melalui perorangan, kelompok-kelompok kecil, maupun melalui keluarga untuk menghindarai pengawasan dari VOC.
Seiring pesatnya perkembangan dan bertambahnya santri, tahun 1912 Kyai H. Adullah memperluas pondok pesantren yang berlokasi di sebelah utara masjid yang sekarang lebih di kenal dengan Madrash Ibtidaiyah Ngronggi (MIN Ngronggi). Dari kepemimpinan Kyai H. Adullah banyak mengalami kemajuan hingga estafet kepemimpinan berpindah ke Kyai H. Abdurrahman dan Kyai H. Tohir sampai tahun 1930.
Setelah Kyai H. Abdurrahman dan Kyai H. Tohir wafat pengelolaan masjid dilanjutkan oleh Kyai H. Hasbullah antara tahun 1930 sampai dengan tahun 1945. Pada periode ini Kyai H. Hasbullah memfokuskan pada perbaikan serta pemeliharaan bangunan masjid yang dibiayai dengan cara Swadaya masyarakat. Di tahun 1945 masa pemerintahan syah beralih ke Republik Indonesia sehingga syiar Agama Islam mendapat kebebasan.
Di tahun 1945 kepemipinan Kyai H. Hasbullah diteruskan oleh Kyai H. Adnan yang dibantu Kyai H. Zaenuri. Pada tahun 1959 Kyai H. Adnan melengkapi area masjid dengan mendirikan Madrasah. Dalam Pelaksanaanya Kyai H. Adnan menggandeng Suroso, Kusaeri, Sudarno sebagai pengajar. Dalam kepemimpinan Kyai H. Adnan, madrasah terus mengalami kemajuan baik dari jumlah siswa maupun pengajar
Setelah wafatnya Kyai H. Adnan kemudian pengelolaan dilanjutkan oleh Kyai H. Masruh Hasbullah. Pada periode ini pengelolaan Masjid bertambah baik, dengan terbentuknya yayasan serta takmir masjid. Dari program yang di canangkan oleh Kyai H. Masruh di tujukan untuk:
Dari perjalanan waktu dengan perjuangan para pengurus masjid Baiturrahman mengalami kemajuan pesat. Bahkan, madrasah yang di didirikan menjadi barometer pendidikan setingkat Sekolah Dasar di kecamatan.